#3 Maret 2016

Perjalanan diawali setelah azan
magrib dengan menyusuri jalanan basah kota Purwokerto setelah hujan mendera.
Mendaki jalan aspal menuju Baturaden diiringi hujan rintik – rintik
menggelitik. Lalu menuju daerah kawasan wisata Ketenger bermodal intuisi menuju bukit
Tranggulasih. Karena modal intuisi, tersesat menjadi cerita kebodohan yang
ditertawakan terus menerus. Setelah bertanya sana – sini, Akhirnya sampailah di depan gapura dengan
hamparan jalan berbatu menandakan pintu masuk Bukit Tranggulasih. Jalan yang licin
bisa dilewati dan sampailah di parkiran bukitnya.
Sekitar pukul sembilan,
perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki. Karena tidak ada persiapan, kostum yang
dipakaipun tak siap untuk mendaki. Salah satu stakeholder menggunakan sandal
jepit. Dan alam selalu memberi kita pelajaran, terpelesetlah stakeholder yang
memakai sandal jepit itu.
Sesampainya diatas bukit, kerlap
kerlip kota Purwokerto terlihat dengan awan hujan yang berseliweran. Berburu
tempat mendirikan tenda. Keliling sana keliling sini, akhirnya spot yang pas ditemukan. Masalah datang
lagi, tenda yang seharusnya memiliki kapasitas empat orang ternyata hanya untuk
berdua. Alhasil tenda tidak bisa didirikan. Untung lah diatas bukit, sudah
terdapat warung yang menyewakan tenda. Dan tidak lupa komplain kepada penyewa
tenda yang salah memberikan peralatan tenda. Sejam menunggu, datanglah tenda
dengan spesifikasi yang sesuai. Tidak sampai 10 menit tenda pun berdiri. Malam
panjang diisi dengan membicarakan orang sampai memikirkan isu
apa yang sedang hangat berkembang di lingkungan para stakeholder, sambil
menyeruput mie instan.
0 komentar:
Posting Komentar
berpendapat adalah bagian dari kebebasan