Hari Sumpah pemuda diperingati
tiap tanggal 28 Oktober. Pada tanggal ini, masyarakat Indonesia ceritanya
mengenang dan merayakan salah satu peristiwa yang terjadi 87 tahun silam.
Peristiwa tersebut yaitu berkumpulnya para pemuda dari berbagai daerah di
Indonesia, untuk mendeklarasikan diri sebagai pemuda Indonesia. Para pemuda
dahulu, dan pemuda sekarang jauh berbeda. Apalagi saat tahun 1988, internet
sudah masuk ke Indonesia. Insya Allah, bakal
ada lagi pembahasan tentang pemuda sekarang dan pemuda zaman dahulu. Namun,
sekarang mari kita lihat fenomena aneh terkait pernikahan yang terjadi disekitar
kaum muda kaya gitu.
Wahai kaum muda di bumi pertiwi,
ada punya temen yang sudah menikah belum ? tentu jawabannya sudaaaah. Ada temen
yang udah punya anak atau yang lagi hamil ? jawaban nya bisa iya ataupun tidak.
Pernikahan kaum muda saat ini banyak terjadi di Indonesia. Bahkan, ada yang
sudah menikah pada umur dibawah 20 tahun (Warbiyasaa :D). Istilah zaman
sekarang yaitu pernikahan dini atau istilah asing nya yaitu Young Marriage.

Namun, di
Indonesia generasi Millenial masih
susah untuk di kontekskan. Ya maklum, terdapat gap waktu yang sangat jauh antara barat dan Indonesia. Internet
yang muncul di negara barat pada tahun 1962, sedangkan di Indonesia, baru
muncul pada tahun 1998, hal ini dapat dilihat pada tulisan di media cetak Kompas yaitu “Jaringan komputer biaya murah menggunakan radio”.
Generasi yang disebut Millenial ini banyak menjadi sorotan
dunia saat ini. Karena banyak perubahan yang mereka bawa dalam melihat fenomena
sekitarnya, padahal mereka menjadi fenomena tersendiri juga. Ada yang
membicarakan mereka tentang bagaimana generasi Millenial dalam bidang marketing, ekonomi, bahkan sampai pernikahan
dan keluarga.
Tentang pernikahan dini (Young Marriage), terdapat pro dan kontra
di kalangan masyarakat baik nasional maupun internasional. Pernikahan dini
memiliki kaitan antara ekonomi, agama, kesehatan, dan juga interaksi antara
manusia satu sama lainnya.
Pertama dari negeri kita tercinta
Indonesia. Pernikahan usia dini banyak terjadi. hal ini ditandai di beberapa
provinsi di Indonesia angka pernikahan dini cukup banyak. Pada tahun 2014, Pengurus
Yayasan Kesehatan Perempuan mengajukan uji materi (Yudicial Review) terhadap Undang – Undang Perkawinan Pasal 7 Ayat
(1) mengenai batas usia pernikahan. Pemohon mengusulkan untuk menaikan batas
minimal usia pernikahan ditingkatkan menjadi 18 tahun yang disesuaikan dengan
UU Perlindungan Anak. Hal ini dikarenakan masih banyak problematika terkait kesehatan
reproduksi anak yang menikah dan juga hak anak yaitu hak mereka untuk
mendapatkan pendidikan.
Akan tetapi, permohonan tersebut
banyak berbenturan dengan norma agama di Indonesia. Merujuk bbc.com, pendapat
saksi ahli dari Majelis Ulama, Elly Risman mengatakan batas usia pernikahan
tidak usah dinaikan karena alasan menghindari perzinahan. Karena menurut dia,
perkembangan teknologi informasi yang menyebarkan banyak konten pornografi,
anak – anak rentan untuk melakukan perzinahan. Dalam persidangan sebelumnya, NU
dan Muhammadiyah setuju untuk tidak menaikan batas minimal usia pernikahan
tidak dinaikan.
Setelah melalui banyak
persidangan selama satu tahun lebih, MK memutuskan pada tanggal 18 Juni 2015,
untuk menolak menaikan batas usia minimal perempuan menikah dari 16 tahun
menjadi 18 tahun. Alasan MK melakukan penolakan karena tidak ada jaminan dengan
penaikan batas minimal ini bisa mengurangi permasalahan perceraian, kesehatan,
serta masalah sosial.
Keputusan ini dikecam dan menuai berbagai
kritik dari elemen masyarakat sekaligus pemohon. Mereka mengkritik negara telah
membiarkan anak perempuan mengalami kematian dan cacat sebagai resiko dari
perkawinan dan melahirkan pada usia anak – anak. Bahkan, Ketua Perwakilan
Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), Sarsanto W Sarwono mengatakan dengan
keputusan MK menolak uji materi ini bisa diartikan “Negara juga Berperan
Melegalkan Praktik Pedofilia”.
Merujuk Citizendaily.net , pada
peringatan Hari Sumpah Pemuda 2015, bertempat di Cemara 6 Galeri Museum
Menteng, Jakarta. Beberapa organisasi seperti Aliansi Remaja Independen, Hak
Kesehata Seksual Reproduksi (HKSR), Pamflet, dan Koalisis (18+) mendeklarasikan
menolak Perkawinan Usia anak.
Wakil Ketua PKBI, Atashendartani
juga mengatakan perjuangan mewujudkan Indonesia yang bebas perkawinan anak
masih sangat panjang dan terjal.

Pertama perlu diketahui median
usia nikah saat in menurut cnn.com,
yaitu untuk perempuan yaitu 27 tahun dan untuk laki – laki yaitu umur 29 tahun.
Lebih tinggi daripada tahun 1960 yang memiliki median yaitu 20 untuk perempuan
dan laki – laki yaitu 23 tahun.
Perempuan pada usia 27 tahun
saaat ini sudah merasa kesepian dan merasa terkucilkan apabila belum juga
mempunyai kekasih atau pasangan, hiks sedihh.
Dan juga ada kecenderungan,
pernikahan saat ini dianggap tidak lah penting. Karena generasi Millenial lebih memimikirkan karir.
Pernikahan dianggap hal yang tradisional dan motivasi untuk menikah berasal
dari tuntutan norma sekitar dan juga tuntutan agama.
Malahan kecendurang para
millennial, adalah hidup bersama terlebih dahulu dan mempunyai anak daripada
menikah dulu. Karena masih mengeluhkan tentang cara pikir tentang pernikahan
selama ini an akses untuk menikah yang diberikan oleh negara.
Hal ini memberikan kekhawatiran
di luar sana, karena dengan pernikahan yang tidak disukai lagi, maka akan
mempengaruhi ke penerimaan pajak, kelayakan dan akses terhadap hak, dan jaminan
sosial yang yang semuanya didapat
melalui perkawinan.
Perubahan tentang pernikahan ini,
Di Amerika, juga dikarenakan peran negara yang terlalu mencampuri urusan cinta.
Tercatat 66 persen, masyarakat berumur 18 sampai 29 berpendapat memiliki
prioritas yang lain daripada menikah dan punya anak.
Menurut mic.com, pada artikel 7 Unexpected Reasons Marrying Young Might Be
the Best Decision You Made yang ditulis oleh Ellie Krupnick, mengatakan
menikah muda bukanlah karena norma, melainkan karena memang ingin, bukan karena
tekanan dari orang lain.
Pernikahan Muda atau Young Marriage memiliki keuntungan juga, masih menurut
artikel tersebut bisa membantu saat terjadi turbulensi di umur 20. Pada umur 20
sampai 25 tahun, seseorang masih mencari jati dirinya dan berkecimpung untuk
menjadi seseorang yang dewasa. Dengan pernikahan, mendapatkan seorang
pendamping yang menjadi pilihan hidup, bisa membantu untuk mengatasi turbulensi
ini.

Dan juga membuktikan kedewasaan
bukan datang karena embel – embel umur.
Tapi bagaimana pernikahan bisa memberikan tantangan berhadapan dengan konflik.
Dan terakhir, pernikahan dini juga bisa memberikan peluang untuk melakukan
aktivitas muda dan bersenang – senang bersama pasangan hidup.
Yang dapat disimpulkan pernikahan
bukanlah karena tuntutan norma masyarakat ataupun desakan dari orang lain. Karena
latar belakang yang dipaksakan akan mengakibatkan hal yang buruk kemudian
harinya. Sehingga, keputusan untuk menikah merupakan murni kebebasan seorang
insan manuisa untuk memilih dan menentukan hidupnya dengan menikah muda.
Sumber/Source :
0 komentar:
Posting Komentar
berpendapat adalah bagian dari kebebasan